Kakek Samsul Atau Papa

Aku memang sudah cukup lama tinggal dikawasan ini, tetapi baru pagi ini aku temui sosok itu. Seorang laki-laki yang sudap cukup tua, dan di tangan kanannya tengah memegang satu payung berwarna hitam samar-samar dari kejauhan aku lihat. Saat langkahku semakin mendekat, ternyata kakek itu memasuki sebuah rumah yang baru selesai dibangun. Saat kakek itu menoleh, beliau melemparkan senyuman saat hendak menutup pagar rumahnya, dan turutku balas senyuman itu.

Aku lanjutkan langkah kaki yang sudah hampir sampai didepan halte bus, semoga saja... pagi ini tidak terlambat lagi masuk kerja.  Seperti biasanya... selama perjalanan menuju kantor, aku harus berdiri karena bus yang sudah penuhi anak sekolahan. Ramenya bus aku nggak masalah... yang bikin nggak nyaman itu asap rokok yang mengudara di dalam bus, jadi aku harus sedia masker untuk mengantisipasi asmaku yang sudah bawaan lahir.  Lagi-lagi karena sifat pelupaku, jadinya harus pakai scraf untuk menggantikan posisi masker hari ini. Setelah perjalanan 45 menit, akhirnya sampai juga di halte bus yang tidak jauh dari kawasan kantorku.

Berhubung suka telat ngantor, jadi selalu kekantor pakai sepatu converse kesayangan dari jaman kuliah dulu. Habisnya Boss aku nggak suka dengan keryawan yang berpenampilan asal-asalan, jadi dandanan aku yang harus berubah total dengan penampilan yang anggun dan harus pakai hills. Jadi hillsnya aku titip di pos satpam deh... biar sampai kantornya aku rapi lagi. Mbak-mbak depan rumah aja suka bingung sama dandanan aku yang udah rapi, malah dikasih converse unik dari zaman kuliah... tapi apa mau dikata, karena kebutuhan akan pekerjaan aku harus jalanin deh.

Setiap weekend aku menyempatkan diri pergi sholat subuh berjama’ah di mesjid dekat kontrakan, dan aku kembali bertemu dengan kakek itu. Sepertinya... beliau terlihat sangat ramah, perjalanan menuju kontrakan kami berjalan beriringan dan tidak lupa aku melihat beliau dengan payung yang selalu dibawanya. Setelah aku perhatikan, ternyata salah satu alasan beliau selalu mebawa payung adalah untuk membantu menopang langkah yang tak lagi kuat.     

Aku coba untuk memperkenalkan diri kepada beliau,

Kek... perkenalkan namaku Adriana, kontrakanku tidak jauh dari rumah kakek.

Ohh iya cu, perkenalkan nama saya Kakek Samsul...

Saat aku menanyakan tentang keluarganya... kakek bercerita mengenai kepindahan beliau ke Kota ini. Ternyata sudah 2 tahun ini istri beliau meninggal dunia, tetapi hal itu tidak membuatnya berlarut-larut dan kesedihan.  Anak pertamanya telah tinggal dengan keluarganya sendiri, sedangkan anak kedua setelah jenjang pendidikan S1 diluar negeri langsung mendapatkan tawaran pekerjaan ditempat magang sebelumnya. Namun yang membuat kakek Samsul semakin sedih, saat anak pertamanya mengalami kebangkrutan, dia ingin menguasai semua harta Ayahnya sendiri.

Mulanya, kakek Samsul tidak menaruh curiga sedikitpun terhadap kepulangan putra pertamanya. Pada pagi itu, kakek Samsul tidak sengata mendengar pembicaraan mereka. Rasa sayang terhadap istrinya telah membuatnya lupa dengan kasih sayang orang tuanya selama ini. Ternyata, salah satu penyebab kebangkrutan putra pertama beliau, karena menantunya terlibat judi selama ini.  Semua asset perusahaan sudah disita oleh Bank, beserta rumah dan mobil pribadi juga sudah tidak mereka miliki lagi. Ternyata mereka juga sudah merencanakan semuanya dengan matang, tidak hanya ingin menguasai harta kakek tetapi juga ingin membuat kakek keluar dari rumahnya. Hal tersebut benar-benar telah membuat kakek kecewa, ternyata semuanya sudah direncanakan sebelum kedatangan mereka ke rumah kakek.

Mendengar hal tersebut, mengingatkan kakek kembali dengan masa lalu beliau. Sebuah rumah yang dulu pernah ditempati dengan istri sebelum sesukses saat ini. Tepat satu bulan yang lalu kakek bermimpi dengan istrinya yang merindukan suasana rumah yang pernah mereka tempati dahulu. Namum, kedua anak kakek Samsul tidak pernah mengetahui perjalanan hidup mereka dahulu. Setelah mimpi itu muncul, esok harinya kakek berniat merenofasi rumah tersebut... yaitu tepat di rumah yang ditinggali oleh kakek saat ini. Keputusan kakek Samsul sudah bulat... satu hari setelah peristiwa tersebut, kakek memutuskan meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan anak dan menantunya. Beliau memutuskan untuk kembali menempati rumah yang dulu pernah ditempati bersama istri.

Saat tengah ngobrol dengan kakek... beberapa tetangga yang lewat saling bertegur sapa dengan beliau. Saat menatapku yang tengah bingung... Kakek bilang mereka adalah penduduk lama, jadi... masih ingat sama kakek Samsul. Ternyata mereka sudah saling kenal dengan kakek sejak lama, karena merupakan penduduk asli disini.  Matahari sudah mulai muncul, saatnya aku melanjutkan rutinitas weekend dengan beberes kontrakan dan mengosongkan keranjang kain kotor yang sudah harus dicuci. Akupun berpamitan dengan kakek karena sudah sampai didepan kontrakan, meskipun sudah menceritakan hal yang amat menyakitkan dalam hidupnya... beliau tetap bisa berhati besar dan tersenyum kembali padaku.

Baru saja sampai dikontrakan, ternyata hanphoneku berdering...akhirnya yang aku tunggu-tunggu nelfon juga. Iya... kalau weekend gini bisa vicall sama Dimas, karena kebiasaan kita berdua itu beberesnya ditemenin.  Kita sudah pacaran jarak jauh dari zaman kuliahan tapi kalau sahabatku bilang udah kayak pacaran sama angin aja... yang nggak jelas kapan bisa ketemu dan bentuknya gimana sekarang. Kita itu udah pacaran dari tamat SMA tapi harus kepisah jarak, karena Dimas diterima kuliah di luar negri.  Tapi yang nggak kalah pentingnya...Dimas bilang dia bakalan pulang ke Indonesia minggu depan...!!  Wah... bahagianya weekend ini jadi naik level, tapi tiba-tiba telfonnya keputus deh...

Tadi sebelum telfonnya terputus, Dimas sempat bilang kalau dia mau ngenalin aku aku sama Papa nya. Sebelum pacaran jarak jauh kita baru aja jadian satu minggu, jadinya belum saling kenal dengan keluarga masing-masing. Tapi saat ini... bagiku sudah tidak ada lagi yang bisa aku perkenalkan dengan Dimas, karena kedua orang tuaku sudah meninggal.  Pulang les hari itu, Papa dan Mama memutuskan menjemputku karena bertepatan dengan hari ulang tahunku.  Pukul 16:30 aku sudah keluar dari kelas, aku teguk minuman kaleng sembari menunggu mereka . Karena sedikit gerimis... aku putuskan kembali masuk dan duduk diruang kelas yang sudah bubar.

Tiba-tiba aku dibangunkan seseorang, yang sama sekali belum pernah aku jumpai sebelumnya. Saatku lihat, ternyata itu panggilan dari Papa... tetapi, saat aku menjawab telfonnya terdengar seperti bukan suara Papa. Aku menjawab salamnya, ternyata itu suara dari petugas ambulance yang menemukan hanphone Papa.  Dia memintaku segera datang ke Rumah Sakit untuk segera menemuai Papa dan Mama yang baru saja mengalami kecelakaan. Setelah mendengar keterangan saksi, ternyata Papa dan Mama mengalami kecelakaan tabrak lari. Setelah berbulan-bulan... Polisi tidak berhasil menemukan orang yang telah menyebabkan kecelakaan yang dialami orang tuaku.

Anak laki-laki yang membangunkanku saat itu, dijemput dengan terburu-buru oleh Ibunya... sejak pertemuan hari itu aku tidak pernah melihatnya lagi di tempat les, dan setelah satu bulan setelah kecelakaan aku sudah tidak mengikuti les tambahan lagi. Begitu banyak aku melihat perubahan yang terjadi semenjak itu... hanya satu orang yang tidak berubah dalam hidupku. Wanita yang selalu mendampingi mama, aku memanggilnya tante Rossa. Dia satu-satunya orang yang selalu mendampingiku, menjalani masa sangat sulit dalam hidupku. Setelah lulus SD ada banyak hal yang aku ketahui, bukan hanya di negri dongeng saja tetapi hal serupa juga terjadi dalam hidupku saat ini. Mereka penuh perhatian disaat Papa masih hidup, setelah kepergian Papa dan Mama mereka benar-benar menjadi diri mereka yang sesungguhnya didepanku. Semua yang dimilki Papa, mereka ambil dengan memanipulasi semua dokumen yang ada, sehingga aku sebagai satu-satunya ahli waris didalam keluargaku dilenyapkan begitu saja. Mereka mengusirku dan asisten Mama yang selalu mendampingiku selama ini.  Aku sediki bingung dengan semua sikap tante Rossa... seseorang yang aku lihat bekerja sangat cekatan seperti dia tidak melakukan hal apapun.    

Tante Rossa membawaku ke kampung halamannya, suatu lingkungan yang sangat asing untukku kala itu. Dia dengan penuh perhatian menjagaku, meskipun awalnya aku mengira akan ikut dibuang olehnya, karena sikap dinginnya menghadapi semua orang yang telah mengambil hakku. Tidak cukup aku kehilangan Papa dan Mama mereka juga mengambil semua yang telah dibangun oleh Papa dan Mama. Semenjak kedatangannku di desa itu, tante Rossa tak pernah membahas semua hal terkait kepergian Papa dan Mama. Tante Rossa bilang, dia ingin aku kembali bangkit dan akan selalu mendukungku untuk semua impian dan cita-citaku kelak. Tak pernah aku berputus asa untuk mewujudkan semua harapan yang sudah aku impikan sejak dari kecil.

 Setelah tamat SMP, aku dan tante Rossa pindah ke kota lain... dia bilang untuk mendapatkan kualiatas pendidikan terbaik untukku. Disana aku bermula bertemu Dimas... walaupun udah satu sekalah, tapi kelas tiga kita baru saling kenal. Karena kita jadiannya udah mau lulus SMA jadi pacarannya singkat harus langsung LDR... Dimas harus kuliah di luar negri dan aku yang kembali pindah ke Kota lain untuk melanjutkan kuliah. Aku amat bersyukur dengan sosok tante Rossa yang sangat penuh perhatian kepadaku selama ini. Setelah aku berhasil mendapatkan gelar Sarjana, tante Rossa memutuskan kembali ke kampung halamannya. Tante Rossa mengharapkan agar aku bisa hidup mandiri dalam menentukan  pilihan karirku. Ternyata... sudah hampir lima tahun tak bertatap muka dengan Dimas, aku harap dia tetap menjadi orang yang sama saat masih SMA dulu.

Saat sholat magrib ke Mesjid, aku kembali bertemu dengan kakek Samsul... dan beliau terlihat sangat bahagia sekali dari raut wajahnya. Aku hampiri kakek Samsul... apa kiranya yang membuat beliau sangat bersemangat...?? Jadi...Kakek Samsul bercerita tentang anak keduanya yang akan pulang ke Indonesia dua hari lagi. Iya... ternyata kepulangan anaknya bertepatan dengan kepulangan “Dimas”. Hanya sesingkat itu saja obrolanku dengan kakek Samsul senja itu... karena aku harus buru-buru pulang untuk melanjutkan merapin hal-hal yang masih berantakan dikontrakanku. Habis video call tadi pagi, aku langsung nelfon tante Rossa supaya datang kesini... karena aku ingin memperkenalkannya Dimas.

Dua hari memang terasa   lebih singkat saat ini, namanya juga bahagia... jadi bawaannnya semangat terus. Nah... karena Dimas akan sampai di Indonesia siang ini, jadi aku izin sama atasan buat masuk kerja setengah hari saja. Pak Boss...emang susah dibujuk, harus bikin skenario yang tepat dulu baru deh dikasi izin.  Dalam perjalanan menuju bandara aku bercerita banyak hal tentang Dimas kepada tante Rossa, karena jujur saja mengenai hal yang satu ini aku tidak pernah membahasnya. Sembari menunggu Dimas aku tidak sengaja bertemu dengan kakek Samsul, aku hampiri beliau... kali ini tanpa payung yang menopang langkahnya. Terlihat sangat tidak mudah baginya melanjutkan langkah...aku hampiri, dan membantu membimbingnya duduk. Tak lama telfon genggam kakek Samsul berdering, ternyata itu telfon anak beliau dan Dimas juga mengirimi pesan kalau dia sudah sampai. Aku bantu kakek Samsul berdiri dari duduknya.

Akhirnya... Dimas muncul dengan senyumannya, aku dan kakek Samsul sepertinya  melambaikan tangan kepada orang yang sama. Apa kekasih hatiku dan putra Kakek Samsul adalah orang yang sama...?? Aku benar-benar dibuat kaget olehnya, ternyata yang aku bicarakan dengan kakek Samsul adalah orang sama. Ups...lupa, aku nggak boleh manggil kakek, tapi Papa.  Saat menuju perjalanan pulang, Dimas terlihat bingung karena itu bukan jalanan yang harusnya dilalui untuk menuju rumah. Sepertinya Dimas belum mengetahui hal yang telah menimpa papanya, aku hanya bisa diam saat itu.

Sesampainya didepan rumah, Pak Syamsul mempersilahkan agar ikut masuk kedalam rumah. Aku permisi kedapur untuk membuatkan minuman, dan sepertinya mereka sedang membicarakan kenapa bisa Papanya tinggal di daerah ini... aku tak mau mengganggu mereka. Meskipun rumahnya terlihat sederhana dari luar tetapi sudah dilengkapi dengan furniture yang lengkap, Dimas tersenyum saat aku membawakan teh untuknya dan Papa. Jadi tetangga yang baik itu selama ini kamu ya... ujarnya.  Aku tersenyum, dan berusaha menjelaskannya kepada Dimas. Karena selama ini aku benar-benar tidak tau kalau anak Pak Samsul selama ini adalah dia. Dimas lagi-lagi hanya membalasnya dengan senyuman saja, Papa sudah menjelaskan kondisinya belakangan ini. Dimas terlihat sangat sabar menghadapi persoalan yang menimpa keluarganya, aku semakin kagum saja melihatnya...

Saat itu Pak Samsul ingin agar Dimas membantu beliau menemukan keluarga yang telak ditabrak lari oleh istri beliau tepat 12 tahun yang lalu. Kejadianya tepat tanggal  12 Juni 2012 yang lalu, ucapan Pak Samsul tersebut benar-benar membuatku kaget. Karena tepat hari itu Papa dan Mama mengalami kecelakaan dengan lokasi dan waktunya yang sama. Rumah sakit yang menangani kecelakaanpun persis sama... tak terbendung lagi air mataku mendengar semua penjelasan Pak Samsul. Apa mungkin...? keluarga Dimas yang telah mengakibatkan kecelakaan yang dialami Papa dan Mama. Beliau kehilangan jejak putri dari keluarga tersebut ujar Pak Samsul. Saat Pak Samsul mengeluarkan foto-foto keluarga tersebut, air mataku semakin tak terbendung terus mengalir. Dimas dan Pak Samsul menataapku heran, Dimas terlihat sangat syok karena baru mengetahui apa yang telah membuat Mamanya murung selama ini, tidak terduga olehnya sosok Mama yang sangat dia sayangi selama ini tega melakukan hal tersebut terhadap keluarga lain.

            Aku tarik nafas perlahan, dan memberanikan diri memulai berbicara... Pak Samsul, Dimas keluarga yang mengalami kecelakanan tepat 12 tahun yang lalu adalah orang tuaku. Anak perempuan kelurga tersebut yang telah menghilang adalah aku sendiri. Sontak Pak Samsul dan Dimas memegang tanganku dan manangis meminta maaf...kembali aku menghapus air mata yang mebasahi pipi.  Lamaku diam... 12 tahun yang lalu, Papa sempat membisikkan sesuatu ketelingaku. Nak... jika nanti kamu bertemu dengan orang yang telah mengakibatkan semua ini, berikanlah maaf terhadapnya. Karena ini sudah jalan Allah, tidak mungkin mereka melakukannya dengan sengaja. Masih jelas terngiang ditelingaku dan kembali tak henti air mata ini menetes.

Aku ucap permisi... meninggalkan Dimas dan Pak Samsul yang sangat terpukul. Kucuci muka dengan air mengalir... untuk mebersihkan air mata yang masih saja mengalir dipipiku.  Aku keringkan dengan tissue yang selalu aku bawa didalam tas. Aku husap hingga mengering...aku buka pintu toilet,   kembali aku duduk bergabung dengan Pak Samsul dan Dimas.

Pak Samsul, Dimas...

 Papa dan mama telah memafkan kesalahan tante Meka dan aku sebagai putri mereka juga telah memaafkan peristiwa 12 tahun yang lalu.  Oh iya Pa, Dimas... besok tante Rossa sudah sampai. Pa... besok Dimas mau kenalkan Papa sama tante Rossa, beliau adalah orang tua angkat dari Adriana dan selama ini merawatnya.

Pagi harinya aku dan tante Rossa sudah sibuk beberes karena bakal kedatangan tamu besar... Iya walaupun kita tetanggan tetap saja Pak Samsul dan Dimas hari ini datang untuk hal yang spesial. Dimas dan Papanya akan datang untuk membicarakan awal mula kehidupan kami nantinya iya, akan menentukan tanggal untuk pernikahan aku dan Dimas. Sebelum makan siang...bersama Tante Rosa, Pak samsul dan Dimas sudah menentukan tanggal baiknya tepat tiga bulan lagi tanggal 7 Desember.  Semoga ini menjadi awal yang baik untuk aku dan Dimas, karena mulai bulan depan Dimas ditugaskan di Indonesia karena sudah memenuhi jangka waktu kontrak untuk bertugas diluar negeri, sehingga lebih memudahkan untuk kita mempersipakan pernikahan.

Meskipun sudah banyak hal besar yang lain mengawali, masa lalu sudah berlalu... kita mengawalinya dengan niat yang baik dalam awal yang baru akan kita jalani semoga perjalanan ini diberkahi.

Share This Post: