INDAHNYA RASA SABAR BAGIKU

Disaat aku membuka mata dan mencoba mendengarkan, aku menemukan sesuatu yang yang lebih baik dibandingkan saat aku hanya melewatinya.  Meski saat ini aku sudah bukan anak sekolahan lagi, tapi aku rasa.... aku masih terlalu “egois” menyikapi suatu persoalan. Mencoba melupakan sesuatu, ternyata bukan hal yang baik, karena akan membuatmu lebih banyak memendamnya. Benar yang ibuku ucapkan, akan lebih baik jika kamu menerima dan memaafkannya dari pada memendamnya. Sebelum datangnya hari ini, aku adalah sosok yang memendam dan memaksakan diri untuk melupakannya. Banyak hal yang kutemui saat sesuatu yang datang kedalam hiduku dan tidak sesuatu yang aku harapkan, aku mencoba menjauhinya dan meninggalkan itu semua. Sehingga semakin harinya aku lebih sering terlihat sendiri, karena apa yang aku terima saat itu adalah hal tidak aku inginkan. Menurutku semua candaan mereka hanya untuk membuatku terpuruk karena semua perkataan hanya sangat menyudutkan keadaanku. Apa mungkin mereka mengetahui masa lalu orang tuaku?? meski mereka terlihat tidak benar-benar mengenal siapa diriku. Semua hal ini bermula saat aku memilih untuk pindah kuliah ke Kota lain. Karena semua masalah yang telah menimpa keluaragaku serta semua berita miring ini membuatku sudah tidak nyaman lagi.

 

Satu minggu sudah aku dengan lingkungan kampus yang baru, sepertinya desas-desus tentang keluargaku sudah sampai kesini atau karena aku masih syok dengan keadan yang menimpa keluargaku. Jika dilihat dengan perkembangan teknologi untuk masa sekarang.... aku rasa lebih cepat memperoleh berbagai informasi sesuai dengan kemajuan media saat ini. Saat berjalan dilorong fakultas dari kejauhan aku seperti mengenal sosok yang tidak asing lagi dilihat. Ternyata benar, itu Revan kita sudah saling mengenal sejak SMA dulu. Lebih tepatnya Revan meninggalkan kampus tepat satu hari sebelum pemberitaan itu beredar. Apa jangan-jangan Revan yang sudah membeberkan membeberkan semua pemberitaan itu............?? Revan berjalan semakin mendekat tepat dimana saat ini aku berdiri. Anehnya Revan berlalu melewatiku saat itu, entah karena dia sudah tak mengingatku lagi atau dia tak mau mengenalku lagi?? Begitu banyak pertanyaan yang muncul dibenakku. Tapi sudahlah.... karena ada kelas, akupun melanjutkan langka menuju kelas.

 

Setelah usai kelas, aku langsung menuju parkiran di sebelah perpustakaan. Disana aku juga melihat Revan yang akan menaiki kendaraannya. Aku masih bertanya-tanya didalam hati, apakah Revan berpura-pura tidak mengenaliku atau dia benar-benar sudah lupa denganku??

 

Setelah mengambil sepeda aku melanjutkan perjalanan pulang ke rumah, dalam perjalanan pulang aku melihat Revan dengan seorang nenek yang sedang duduk di teras rumah. Terlihat Revan sangat tulus saat menatap dan membimbing nenek itu masuk kedalam rumah. Karena hari sudah terlihat mendung bergegas aku meninggalkan Revan.

 

Keesokan harinya aku melihat Revan keluar dari rumah yang sama saat dalam perjalanan menuju kampus. Ingin rasanya aku menghampiri Revan, tetapi aku belum cukup berani untuk memulai percakapan dengannya. Sesampainya dikampus aku melihat Revan yang sedang duduk sendiri di pandopo tepat disebelah kelasku pagi itu, ternyata ada seseorang yang sedang memperhatikanku yang tengah memandangi Revan. Annisa mendekatiku dan berbisik, kedatangannya membuyarkan keinginanku untuk menemui Revan. Aku baru saja mengenal Anisa kemarin saat kelas pertamaku, Anisa tepat duduk disebelahku. Dia anak yang sangat mudah bergaul sepertinya... dan itu yang membuatku menjadi mudah dekat dengannya.  Karena sudah kepalang ketahuan, aku buru-buru menarik Anisa ke kelas. Anisa cengingisan liat aku yang jadi grogi kamu suka sama Revan ya...?? tanya Annisa. Pertanyaan Annisa sejenak membuatku terdiam, aku mencoba mengalihkan perhatiannya, Annisa kenal sama Revan dari mana?? tanyaku, yang ada dia malah makin ketawa. Tentu aku mengenalnya Febby ucap Annisa, rumah Revan tepat disebelah rumahku ujarnya.

 

Satu pertanyaanku mengenai Annisa dan Revan sudah terjawab, karena sepertinya Revan tidak satu jurusan denganku dan Annisa. Tidak lama setelah itu... dosenpun masuk kelas dan pembicaraan kita berdua seketika itupun terhenti. Setelah kelas selesai, Annisa mengajakku untuk mengerjakan tugas yang barusaja diberikan dosen di rumahnya. Tapi setelah difikirkan lagi aku masih “penasaran” dengan Revan, tanpa fikir lama aku langsung menerima ajakan Annisa.

 

Sesampainya di rumah Annisa kami disambut oleh Ibunya, rumahnya terasa sangat nyaman sejak aku melangkahkan kaki memasukinya. Setelah mempersilahkanku masuk, Annisa langsung mengajakku ke meja makan. Semua makanan sudah terhidang dimeja, setelah selesai makan siang aku dan Annisa langsung mengerjakan tugas ke kamarnya. Tak terasa hari sudah gelap dan jalanan sudah mulai terdengar sepi, karena tugas sudah selesai aku langsung berpamitan pulang kepada Ibu Annisa. Tetapi pertanyaaku mengenai Revan belum terjawab senja itu.....lain kali aku akan mencobanya. Hari ini aku dan Annisa tidak satu kelas, hanya saja kita sudah janjian makan siang di kantin kampus. Annisa memulai pembicaraan saat baru saja bertemu, tanpa perlu aku bertanya Annisa langsung menebak apa “fikiranku” ketika itu.... dia langsung bercerita panjang lebar soal Revan, sejak awal kepindahan Revan ke Kota ini hingga dia menetap dan tinggal di rumah neneknya. Aku sangat terkejut mendengar semua hal yang sudah diceritakan Annisa kepadaku, Karena semua  hal itu terdengar mustahil akan terjadi kepada keluarga Revan.

 

Aku masih memikirkan hal tersebut, dan saat hendak mengambil sepeda aku melihat Revan yang akan mengendarai motornya. Aku beranikan diri menghampirinya, dia tersenyum saat melihatku. Revan kamu masih ingat denganku bukan.....?? ucapku  kepadanya. Tentu saja aku mengingatmu ucap Revan, dulu kita satu sekolah bukan. Aku mengangguk, lalu kenapa saat itu kamu seperti tak mengenalku saat itu?? Hmm..... karena awalnya aku tak yakin ujarnya. Seketika itu juga suasana mencair, aku kagum melihat ketegaran yang dimiliki Revan saat itu. Tapi aku harus buru-buru pulang karena Mama ingin aku menemaninya untuk menghadiri resepsi pernikahan anak temannya sore ini.  Saat tengah asik ngobrol dengan Revan, telfon genggamku berdering..... ternyata itu panggilan dari mama, setelah menutup telfon aku lebih dahulu mengakhiri percapakan sore itu dengan Revan.

 

Sebelum berangkat menemi mama, aku lama memandang diri di cermin. Aku harap hal serupa tak terulang lagi sudah hampir dua tahun lamanya peristiwa itu, aku harap semuanya berlalu dan mereka melupakannya. Mama mengetuk pintu kamarku, disaat itu aku harus yakin untuk menemani mama, karena saat ini hanya aku satu-satunya keluarga yang ada disisi mama. Selama di perjalanan  aku terus memandangi wajah mama dan saat mama menatap, aku balas dengan senyuman. Sampainya digedung resepsi, sepertinya yang teman mama termasuk keluarga yang “berada” terlihat dari gedung dan dekorasi digunakan. Tapi itu semua tak penting sama sekali bagiku, aku harap saat memasuki gedung hingga nanti kami pulang mama akan baik-baik saja, karena aku tak ingin akan ada lagi cibiran yang didengarnya.

 

Aku menggandeng mama dengan erat, mama tersenyum melihat tingkahku saat itu segera aku hapus raut khawatirku setelah melihat senyuman mama. Karena keberadaanku disini untuk menguatkan mama, bukan menjadi beban untuknya. Aku mencoba menikamati suasana disana, dan tampak teman mama yang sedang melambaikan tangan kearah kami, mama kembali menarik tanganku dan menghampiri temannya. Sepertinya............ tante ini yang mengundang mama untuk menghadiri pesta resepsi pernikahan anaknya. Aku turut menyalaminyanya setelah mama sembari mngucapkan selamat. Beliau tampak sangat ramah, hingga membuatku mulai sedikit nyaman berada disana.  

 

Aku dan mama langsung mencicipi hidangan yang disuguhkan disana setelah sedikit berbincang-bincang dengan tante Rina. Saat hendak meninggalkan gedung, aku secara tidak sengaja bertemu dengan Revan dan neneknya. Mereka baru saja sampai, karena taxi sudah datang menjemput jadinya aku sama mama harus buru-buru keluar. Kami hanya saling bertegur sapa, tetapi mama baru menginaat Revan dalam perjalanan menuju rumah. Mama cukup mengenal kedua orang tua Reavan karena kita pernah satu kelas dan mereka bertemu saat pertemuan orang tua murid. Sepertinya, mama tidak mengetahui kabar tentang orang tau Revan yang sudah berpisah sehingga Revan harus tinggal dengan neneknya saat ini.

 

Sudah cukup lama aku tak membesuk papa, sungguh rindu hendak bersenda gurau dengannya. Kasus yang menjerat papa hari demi harinya mulai menemukan titik terang, karena keterangan saksi dan bukti yang yang ditemukan oleh pihak yang berwajib sangat membantu untuk membantah tuduhan yang diberikan kepada papa, atas penggelapan dana di tempat Perusahaan papa bekerja. Aku dan mama memilih pindah bukan keinginan kita berdua, tetapi keputusan itu papa yang memnginginkan agar aku dapat melanjutkan pendidikan dengan sedikit lebih tenang, sehingga kepindahanku dan mama membuatku tak bisa bertemu papa lebih sesering biasanya.

 

Sudah hampir satu bulan tidak membesuk papa, karena besok sudah akhir pekan aku dan mama memutuskan untuk membesuk papa. Dalam perjalanan pulang mama meminta agar kami berhenti didepaan supermarket yang tidak jauh dari rumah, karena mama ingin membawakan makanan kesukaan buat papa besok. Saat mengantri dikasir mama mendapatkan telfon kalau persidangan papa akan dimajukan, setelah menutup telfon mama dengan erat memelukku. Aku tahu betul apa yang tengah mama rasakan kala itu, kita berdua berharap agar besok merupakan titik terang atas kasus yang telah menyeret papa kemeja hijau. 

 

Persidangan hari ini memang lebih singkat dari yang sebelumnya, karena hari ini adalah pembacaan putusan atas kasus yang menjerat papa. Semua penuh rasa haru karena papa tidak terbukti melakukan semua tuduhan yang sudah membuat papa berada dalam jeruji besi. Aku langsung memeluk mama dan tak lupa rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah, atas sabar yang telah hadir didalam keluarga kami membuahkan hasil. Semua hal ini benar-benar menjadi pengalaman berharga untuk kami dan sekeluarga terutama Papa. Disini juga kami melihat siapa yang sesungguhnya keluarga untuk kami dan mereka yang hanya mengenal kami saat sebelum Papa tertimpa masalah ini.

 

Meskipun semuanya telah berlalu dan papa sudah dibebaskan, aku, papa dan mama memutuskan untuk menetap disini. Karena dengan kami meninggalkan segala kemewahan yang dulu, kami lebih memiliki waktu bersama lebih banyak. Esok harinya saat dalam perjalanan menuju kampus, papa sedikit kaget melihat Revan. Papa kaget karena Revan juga berada disini, sontak saja aku bertanya kenapa Papa bisa kenal. Ternyata perpisahan yang terjadi antara Papa dan Mamanya karena orang ketiga dan merupakan staf Papa dulu. Wanita itu menjebak Papa atas suruhan Papa Revan, karena Papa Revan merasa iri atas jabatan yang papa miliki di perusahaan.

 

 

Share This Post: