Janji yang tidak terbukti

Aku sangat menyayanginya, dia adalah laki-laki yang selalu menghibur dan menerima segala kekuranganku. Saat aku sakit dia akan datang untuk mengobatiku dengan obat yang telah ada ditangannya, ia begitu baik dan begitu bersahaja untukku. Kami tidak pernah bertengkar karena aku selalu percaya akan semua perkataannya. Dia selalu jujur padaku dan memperhatikan segala hal demi kebaikanku, tidak pernah mengecewakanku dan setia hanya padaku seorang. Aku begitu beruntung mencintai seorang laki-laki sepertinya. Sebanyak pria yang telah aku kenal tidak ada satupun yang sesempurna ini sifat dari seorang pria. Rasanya akan sangat beruntung jika aku menjadi istri baginya. Kami selalu pergi bersama dan saling berbagi apa saja yang kami miliki tanpa ada rasa keberatan. Aku mengenalnya dalam acara sebuah pesta pernikahan teman dari temanku. Pada waktu itu temanku datang ke rumah dengan maksud ingin mengajakku untuk menemaninya ke sebuah pesta pernikahan. Sebenarnya aku tidak ingin pergi dikarenakan aku merasa keberatan sebab aku tidak mengenal temannya, selain itu aku juga tidak memiliki uang. Temanku memberitahukan agar aku tidak perlu kawatir sebab aku tidak perlu susah payah membawa amplop berisi uang atau pun kado ke pesta, temanku sendirilah yang akan mengamplopkan uang untuk temannya. Aku menolaknya sekali lagi tapi temanku sangat bersikeras untuk mengajakku datang kepesta tersebut, aku menolak dengan seribu satu alasan, akan tetapi ia memaksa dan memaksa dan akhirnya aku pun merasa kewalahan menghadapi ajakan temanku tersebut, aku mengiyakan dan berangkatlah kami keesokan harinya ke pesta tersebut. Disanalah aku betemu dengannya, dia melihat melirik dan mencoba mendekatiku. Aku sama sekali tidak tertarik padanya, aku bersikap biasa saja sebab aku tidak tahu jika dia ada maksud ingin mendekatiku pada saat itu. Ketika aku akan pulang dia meminta nomor ponselku, maka aku memberikan nomor ponselku padanya. Beberapa hari setelah itu dia menghubungiku dan berbicara padaku via telpon. Pembicaraan kami terbilang singkat dan aku menyimpan nomornya pada ponselku. Sebenarnya pada pesta itu aku tidak dekat dengannya melainkan dekat dengan orang lain, tapi entah kenapa dialah yang mendekatiku. Waktu pun kian berlalu dan hari juga silih berganti hingga pada akhirnya kami pun saling jatuh cinta disebabkan komunikasi antara kami yang tiada henti. Kami merajut cinta kasih didalam indahnya asmara, aku merasa senang dan begitu juga sebaliknya dengan dia. Kemana-mana selalu berdua dan menghabiskan waktu jalan-jalan bersama hingga tak tahu akan waktu yang sudah menunjukkan pukul berapa. Hampir dua tahun sudah kami terhanyut dalam mahligai cinta kasih sampai pada suatu hari dia berniat ingin menjadikanku sebagai istrinya, dia mengutarakan niatnya tersebut padaku. Aku terhanyut dalam buai asmara, aku selalu membayangkan betapa indahnya hidupku ketika aku dipersunting oleh laki-laki yang sesempurna dia. Aku diibaratkan mendapatkan buah mangga yang memiki kulit mulus juga rasa yang begitu manis tiada tara. Akan tetapi, kebahagiaanku itu hampir saja sirna ketika aku memegang dan membaca pesan di ponselnya, secara tidak sengaja aku membaca pesannya yang berisi ucapan-ucapan dan kalimat-kalimat penuh rasa perhatian pada seorang wanita selain aku.

“apa maksud pesan ini, coba kau jelaskan padaku?” ungkapku dengan nada kecewa.

Dia menjelaskan padaku jika itu adalah mantan kekasihnya yang sampai saat ini masih mencintainya. Aku menanyakan perihal maksud dia menghubungi orang yang pernah ada dihidupnya itu, dia mengungkapkan jika sebenarnya ia hanya ingin mengatakan kalimat dan doa yang baik untuk mantan kekasihnya itu untuk yang terakhir kalinya. Walaupun sebenarnya aku merasa cemburu dan kesal padanya tapi aku berusaha untuk bersabar dan menganggap mungkin ini adalah ujian untuk menguatkan rasa cinta antara kami berdua.

“aku tidak akan mengakhiri hubunganku yang telah terjalin lama hanya karna masalah sepele seperti ini” ungkapku dalam hati.

Aku meminta kekasihku untuk berjanji agar tidak mengulangi kesalahannya tersebut hingga ia pun akhirnya mengucapkan janji tersebut sehingga tenanglah rasa hati dan fikiranku terhadapnya. Aku merasa bahagia karena ia tidak menghubungi mantan kekasihnya itu lagi, beberapa waktu setelah itu ia mengenalkan aku kepada orang tuanya. Aku terperanjat kegirangan akan berita yang di sampaikannya tersebut. Akhirnya berkenalanlah aku dengan ibu dan juga ayahnya yang sebentar lagi juga akan menjadi orang tuaku. Kesan pertama yang aku dapatkan adalah mereka merupakan orang tua yang baik dan ramah, tidak heran jika kekasihku juga mewarisi sifat dan kebaikan layaknya seperti orang tuanya. Orang tua kami juga saling berkenalan dan mendekatkan diri pada saat lebaran datang, ibu dan ayahnya datang kerumahku. Untuk melamarku sebagai menantunya. Aku merasa sangat senang tak tertahankan, khayalan-khayalan yang aku bayangkan selama ini sebentar lagi juga akan menjadi sebuah kenyataan yang nyata bukan mimpi semata. Aku sering senyum-senyum sendiri ketika waktu tidur akan datang, membayangkan wajah dan bayi kami yang lucu nanti ketika sudah berumah tangga. Pasti begitu menyenagkan memiliki anak-anak yang tampan dan cantik. Rumah kami akan dipenuhi oleh pekik dan juga tawa riang dari bayi mungil yang selalu aku idam-idamkan. Tapi sangat disayangkan seketika itu juga mimpiku rasa dilengser dan dihempaskan oleh kekasihku. Bebarapa lama setelah ia menghubungi kekasihnya ternyata ia masih saja menghubungi mantan kekasihnya itu kembali tanpa sepengetahuanku. Ia mengajak mantan kekasihnya tersebut berjumpa dengannya pada sebuah Mall. Aku melihat foto mereka di dalam ponselnya dan merasa sangat tidak percaya akan apa yang telah diperbuat oleh orang yang aku cintai, orang yang selalu aku percayai, selalu aku sayang dan aku patuhi apa perkataanya ternyata selama membohongiku dibelakang tanpa sepengetahuanku. Tidak habis fikir dan tak dapat lagi aku berkata cinta, hatiku terasa sangat perih, pedih dan terluka akibat kebohongan yang ia sembunyikan dariku. Begitu lincah dan hebatnya ia memerankan dua karakter yang berbeda dalam satu cerita cinta.

“Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku, apa salahku padamu. Apa kesalahan yang telah aku lakukan sehingga membuat kau begitu tega bertemu dengannya dibelakangku. Jika kau tak mencintai diriku maka tinggalkanlah aku. Aku begitu mempercayaimu dan menganggap kaulah lelaki sempurna di dunia ini untukku, tapi apa yang telah kau lakukan? Mungkin ini kesalahan fatal yang telah aku lakukan, karena telah terlalu mempercayaimu” teriakku dengan nada tinggi.

Ia terdiam sejenak hingga beberapa saat kemudian akhirnya ia pun menjawab pertanyannku, ia mengatakan jika ia hanya ingin bertemu untuk terakhir kalinya karena ia telah menganggap mantan kekasihnya itu sebagai saudara perempuannya. Ia juga mengaku jika ia sama sekali tidak mencintai mantan kekasihnya itu lagi, ia hanya mencintaiku seorang. Aku di yakinkannya dengan pernyataan yang keluar dari mulutnya jika ia mencintai mantan kekasihnya lalu kenapa ia memilihku sebagai calon istrinya? Sejenak aku terdiam dan berfiki. Setelah aku renungi omongannya padaku ternyata ada benarnya juga. Ya sudahlah, aku akan mencoba mempercayainya kembali, walaupun sebenarnya hatiku benar-benar berat untuk memaafkannya. Yang selalu terlintas dalam benakku bagaimana bisa ia menemui mantan kekasihnya itu tanpa sepengetahuanku dan untuk apa ia menemuinya, bukankah masalah dan hubungan antara mereka berdua telah lama berakir dan selesai sudah? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang sering melintas dibenakku. Tapi terkadang rasa percayaku juga datang menghampiri disebabkan alasan yang ia katakan untuk menikahiku dan telah mengenalkanku pada orang tuanya. Jujur, aku hanyalah manusia biasa yang tidak sempurna. Aku bisa memaafkannya tapi aku tidak bisa melupakan rasa sakit atas apa yang telah diberikannya padaku. Aku menjalani hari-hariku dengannya seperti biasa dengan penuh canda tawa dan kegembiraan bersama. Hari pernikahan kami juga semakin dekat tidak lama lagi sekitar tiga bulan yang akan datang kami melangsungkan pernikahan yang terbilang cukup mewah. Aku dan dia sibuk mempersiapkan segala kebutuhan bagi pesta kami, kami pergi membeli segala sesuatu yang dibutuhkan. Aku juga menulis siapa saja teman-teman yang akan aku undang pada saat pesta nanti. Namun sayang seribu kali sayang, rasa dijatuhi kotoran burung yang turun dari langit aku harus menahan malu dan merasakan sakit hati kembali. Ternyata calon suamiku membohongi aku lagi-lagi dan lagi, ia diam-diam masih berjumpa dengan mantan kekasihnya yang dulu. Dia juga mengunggah foto kebahagiaannya tersebut pada sebuah akun media sosial yang sengaja dibuatnya untuk berselingkuh dan menduakan aku, dan yang lebih kejamnya lagi wanita itu ternyata tahu jika aku dan kekasihku adalah pasangan yang akan menikah. Betapa hancur rasa hatiku bagai dikoyak-koyak pisau silet kemudian diberi asam. Aku merasa tidak tahan lagi akan perbuatan yang selama ini ia lakukan, aku telah bersabar atas apa yang telah berlalu akan tetapi ternyata dia masih saja membohongiku, malah dia dengan tega telah menghinati cinta tulus yang aku beri. Aku memutuskan hubunganku dengannya, datang kerumahnya dan mengajak ayah ibuku untuk menyampaikan maksud kedatangan kami kerumahnya. Orang tuanya merasa sangat terkejut dan merasa malu yang luar biasa terhadap keluarga kami, kiranya anak laki-lakinya telah membuat orang tua yang selama ini mempercayai dan menyanjungnya pada kami adalah seorang pembohong. Orang tuanya memintanya untuk minta maaf padaku dan berharap agar pernikahan tetap dilangsungkan dengan alasan biaya pengeluaran yang tidak sedikit dan persiapan yang telah lama dilakukan akan menjadi sia-sia. Akan tetapi ayah ibuku merasa sangat terhina atas perlakuan kekasihku tersebut, orang tuaku tidak bisa menerimanya sebagai calon menantu sebab takut jika aku anak perempuan satu-satunya akan menderita bathin jika hidup bersama laki-laki yang tidak setia dan tidak menerapkan kejujuran pada dalam sebuah hubungan. Aku pun juga sudah tidak bisa berkata-kata lagi karena dada ini sudah penuh akan amarah dan api cemburu yang berkobar-kobar, terasa sangat sesak di dada mengetahui dan melihat tingkah lakunya tersebut. Sungguh tidak bisa dipercaya, orang yang aku sanjung-sanjung selama ini, orang yang aku anggap sempurna perilakunya itu ternyata tidak sesuai dengan siapa dia yang sebenarnya. Dia sangat lihai dan pintar dalam memainkan sebuah drama, bagiku ia layak menjadi seorang aktor atau pun pemain sinetron yang handal sebab ia memiliki bakat seni peran yang begitu luar biasa. Aku berpesan kepadanya untuk tidak mengecewakan pasangannya yang kelak menjadi istrinya. Ia menangis sambil memegang kedua tanganku, ia bersujud di kakiku dan berjanji dia tidak akan mengulang kesalahannya itu lagi, ia meminta kesempatan agar bisa merubah segala kesalahannya untuk yang terakhir kalinya. dia menangis dengan keras dan penuh rasa iba aku mngangkat tubunhya dari bawah lututku “berdirilah” kataku dengan nada lembut.

“jangan permalukan dirimu di depan orang tua kita, nasi telah menjadi bubur dan tidak akan bisa kembali menjadi beras. Ikhlaskanlah semuanya dan apa yang telah berlalu biarkan berlalu. Aku akan memaafkanmu tapi untuk kembali bersamamu rasanya aku sudah tidak bisa, relakanlah hubungan kita selesai cukup sampai disini. Disetiap pertemuan pasti ada perpisahan” pungkasku memberikan nasehat terakhir untuknya.

Ia memangis tersedu-sedu dan terus menangis memelukku, aku tidak memperdulikannya lagi. Aku juga tidak tahu tangisannya itu tulus rasa penyesalan atau tidak, tapi yang jelas aku sudah tidak ingin hidup bersamanya. Aku tidak mau hidup dengan orang yang pintar berbohong, sebab aku menginginkan imam yang jujur yang bisa mengajariku menjadi orang yang baik. Jika ia sendiri tidak bisa jujur pada dirinya juga pada perasaannya, lalu bagaimana bisa ia akan jujur padaku?

Share This Post: