Fenomena LGBT di Indonesia, “ Sumbar bicara apa?”

Fenomena LGBT di Indonesia,  “ Sumbar bicara apa?

 

(Dalam perspektif HAM sebagai negara hukum dan filosofis adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah)

 

LGBT: pendeklarasian secara legal di Amerika Serikat menjadi cikal bakal derasnya pemberitaan semua media, baik itu media elektronik, cetak dan media sosial. Derasnya arus pemberitaan ini tak luput dan menimbulkan was-was dalam hati masyarakat terlebih pemberitaan di media masa telah menjadi konsumsi setiap masyarakat baik itu masyarakat perkotaan ataupun masyarakat di daerah, sebab media telah mematahkan anggapan akan ketertinggalan masyarakat daerah bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan.

 

Fenomena LGBT yang mengalir sekarang secara sepintas memang membuat hati para orang tua was-was, khawatir akan informasi yang beredar dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan di lingkungan anak apalagi terjatuh kedalam lembah kenistaan yang jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai moral, agama dan kodrati manusia.

 

Namun fonemena ini bila dilihat secara sepintas mamang sesuatu yang menyimpang, tapi bagaimanakah bila dipandang dari Konsep Hak Azazi manusia (HAM) dan negara sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi akan perlindungan HAM???

 

“Negara Indonesia adalah negara Hukum” secara jelas dicantumkan dalam konsttitusi UUD 1945 pasal 1 Ayat 3 sehingga dengan penetapan tersebut negara berkewajiban melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan azas-azas dan ciri dari suatu negara hukum.Menurut International Commission of Jurist ada beberapa ciri dari suatu negara hukum adalah sebagai berikut: 1) Negara harus tunduk kepada hukum; 2) Pemerintah harus menghormati hak-hak individu di bawah rule of law; 3) Hakim-hakim harus dibimbing oleh rule of law, melindungi dan menjalankan tanpa takut dan tanpa berpihak serta menentang setiap campur tangan pemerintah, atau partai-partai terhadap kebebasannya sebagai hakim. Kemudian senada dengan itu, F. Julius Stah juga mengemukakan empat unsur/elemen negara hukum, yaitu:hak-hak dasar manusia;pembagian kekuasaan;pemerintahan berdasarkan peraturan perundangan; dan peradilan tata usaha dan perselisihan.

 

Dari dua pendapat diatas memberikan gambaran akan pentingnya perlindungan HAM sebagai salah satu dari indikator negara hukum. Namun Bagaimanakah di Indonesia? Dan bagaimana pendapat HAM mengenai fenomena LGBT?

 

Bila dilihat dalam UUD 1945, pemenuhan akan hak-hak dasar sebagai warga negara telah tertampung mulai dari pasal 27 hingga pasal 34 yang butir-butirnya menjamin akan hak-hak dasar dari setiap warga negara Indonesia. Namun dengan fenomena yang terjadi sekarang, bagaimanakah dengan fenomena LGBT?

 

            Dalam kehidupan sehari-hari, LGBT sebenarnya telah dikenal dan hadir ditengah-tengah masyarakat kita. Namun perkembangannya, masyarakat atau pemerintah tidak terlalu memandang sebagai sesuatu yang harus dicarikan solusinya. Hal ini tampak terlihat ketika apabila terjadi peristiwa atau hal-hal yang menyangkut LGBT ini masyarakat banyak yang tidak acuh, bahkan kadang melakukan pembiaran karena merasa tidak ada kepentingan dan melimpahkan kepada pemerintah. Lain halnya dengan pemerintah, pemerintah dalam menanggapi hal ini sangat minim melakukan pencegahan yang nyata terlihat hanyalah melakukan razia-razia menuju hari besar saja.

 

Sebenarnya fenomena ini adalah gejala yang nyata-nyata ada ditengah masyarakat, terutama di Kota-kota. Sebagai masyarakat yang kadang bepergian untuk rekreasi di kota banyak kita jumpai beberapa hal yang kadang mungkin janggal seperti hubungan antar sesama jenis yang tak wajar. Adapun tindakan yang dapat dilakukan hanyalah menjauhi atau bila berjalan mencari jalan alternatif lain karena menilai itu merupakan sesuatu prilaku yang meyimpang dan tidak baik. Dan hanya sebatas itu.

 

Namun bagaimanakah sekarang, dengan semakin derasnya fenomena LGBT, fenomena ini memunculkan secara nyata para penggiat LGBT di publik untuk menuntut haknya dan pengakuan terhadap status dan permintaan agar tidak melakukan diskriminasi. Penuntutan hal ini jelas ditentang secara tegas oleh lembaga-lembaga yang berkepentingan, seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). KPAI mengatakan secara tegas bahwa pemberian informasi mengenai LGBT akan merusak dan akan membahayakan anak-anak Indonesia dan bertentangan dengan nilai moral Bangsa Indonesia.

 

            Secara eksplisit, lalu bagaimanakah negara menghadapi teriakan-teriakan akan pengakuan LGBT di tanah air karena teriakan-teriakan itu semakin nyata dengan dasar HAM dan perlakuan yang sama tanpa harus diskriminasi warga negara???

 

Sebagai masyarakat adat, Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Pituah-pituah adat, adat nan dak lakang dek paneh adat nan ndak lapuak dek hujan. Anak dipangku kamanakan dibimbiang. Bakorong bakampuang, basawah baladang, baradaik balimbago, bapandam bapakuburan. Kato nan ampek, urang nan ampek jinih, tigo tungku sajarangan.bundo kanduang,  Limpapeh rumah nan gadang, sumarak dalam nagari. Menghadapi fonemena LGBT sebagai masyarakat sumbar, masyarakat yang bermoral dan berbudi pekerti luhur. tau nan rantiang nan ka mancucuak, dahan nan ka maimpok apakah benar-benar akan sepatutnya menolak fenomena ini?

 

Tak ada gading yang tak retak, meskipun mempunyai dasar-dasar pemikiran yang sebagai orang minang mengetahuinya, tapi itu tak cukup menahan terpaan fonemana LGBT ini.

 

Kenyataannya fenomena ini benar-benar telah ada dan hadir ditengah-tengah masyarakat, sehingga untuk menanggapi derasnya arus teriakan LGBT sudah seharusnya para orang tua mewaspadai akan tingkah dan prilaku anak-anak mengingat alat komunikasi yang telah menjadi kebutuhan pokok bagi si anak akan menjadi media yang akan mempengaruhi si anak. Sebagai orang tua sudah sewajarnya memberikan perbekalan iman dan takwa kepada anak, dan selalu mengawasinya dengan memberikan perhatian sebagai ungkapan kasih sayang sebab bila dibiarkan bukan tidak mungkin hal-hal yang tidak diinginkan terjadi kepada anak kita.

Share This Post: