BERAS PLASTIK DAN ORIENTASI KEUNTUNGAN YANG KEBABLASAN

Isu keberadaan beras plastik yang akhir-akhir ini ramai diberitakan, terbukti cukup sukses meresahkan masyarakat Indonesia. Terlebih menyongsong tibanya bulan Ramadhan, di mana kebutuhan akan beras dipastikan meningkat dari hari biasanya. Terdapatnya kandungan plastik di dalam beras menjadi sumber kecemasan sendiri di dalam masyarakat, mengingat nasi merupakan kebutuhan pokok pangan rakyat negeri ini.

Sebenarnya, jika ditilik dari hitung-hitungan ekonomi, munculnya isu beras plastik ini patut diduga bukan bermotif mencari keuntungan materi semata, mengingat harga plastik terhitung cukup mahal.Faktor yang dituding kemudian adalah upaya untuk menciptakan kekacauan dan kepanikan di tengah masyarakat, berkaitan dengan semakin dekatnya bulan Ramadhan, di mana isu-isu seputar manipulasi bahan pangan menjadi super sensitif.

Anehnya, hasil uji laboratorium yang dilakukan berbagai pihak pun ternyata tidak seragam.Laboratorium forensik Polri, BPOM, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian, menyimpulkan bahwa tidak ada unsur plastik dalam beras yang dilaporkan mengandung plastik. Sementara hasil tes Sucofindo menginformasikan adanya senyawa baku dari bahan plastik yang diduga terkandung dalam sampel analisis. Masyarakat menilai tes yang dilakukan oleh Sucofindo ini tergolong valid mengingat kredibilitas Sucofindo yang selama ini sudah teruji.

Perbedaan hasil uji laboratorium ini semakin mengukuhkan kecurigaan adanya pihak-pihak yang tengah bermain-main dengan faktor psikhologis masyarakat.Dan bila hal itu benar, tentu saja ini sangat disayangkan, mengingat banyaknya berbagai macam penyimpangan bahan pangan di pasaran.Mulai dari pemakaian formalin untuk mengawetkan makanan, pewarna tekstil untuk jajanan dan cemilan, ganja dalam brownies dan kue-kue, beras yang dicampur pemutih dan banyak jenis penyimpangan lainnya, termasuk daur ulang bahan pangan kadaluarsa.

Bulan Ramadhan bagi umat Islam sangatlah dinanti-nantikan. Mengingat selama satu bulan penuh pelaksanaan puasa dan ibadah lainnya dilaksanakan dengan sukacita oleh umat muslim. Dan sudah tentu, kenyamanan pun dibutuhkan dalam pengadaan dan konsumsi bahan pangan untuk masyarakat muslim.Akan tetapi, yang terjadi dari tahun ke tahun adalah semakin meningkatnya tindak kriminal dan manipulasi pangan yang berorientasi pada mencari keuntungan berlipat dengan memanfaatkan momen Ramadhan itu sendiri.

Di luar konteks agama dan dosa yang memang sudah nyata hitam putihnya, tindak pengerukan keuntungan secara tidak manusiawi dengan mengorbankan kesehatan pun keselamatan masyarakat yang akan mengonsumsi bahan pangan tersebut, sebenarnya sudah tidak dapat ditolerir lagi. Seharusnya, Badan POM, Dinas Perdagangan dan Perindustrian serta aparat berwenang lainnya, bekerjasama dalam menelusuri jejak-jejak kriminalitas ini. Mengingat produk bahan pangan dan makanan siap santap merupakan kebutuhan yang paling diminati masyarakat dan sangat potensial meraup keuntungan.

Selain itu, kewaspadaan juga harus terus melekat pada anggota masyarakat yang ingin membeli maupun mengonsumsi makanan.Perhatikan dengan cermat kualitas bahan dan kenali dengan baik ciri-ciri keaslian dan keamanan makanan tersebut.Sehingga bila ditemukan keganjilan ataupun indikasi yang mencurigakan dapat secepatnya melaporkan pada aparat berwenang.

Seketat apapun pengawasan yang dilakukan pemerintah memang tidak menjamin seratus persen tidak adanya upaya-upaya curang para produsen makanan, khususnya di saat bulan Ramadhan. Karena meningkatnya jumlah permintaan terhadap variasi jenis makanan yang akan disantap saat berbuka maupun sahur, menjadi gelitik peluang untuk berlaku curang. Bayang-bayang keuntungan yang luar biasa cenderung menggelapkan mata para pedagang dan mengabaikan apapun yang akan terjadi pada para konsumennya.Maka kecerdasan dan kecermatan amatlah berperan untuk menangkal masuknya zat-zat yang berbahaya ke dalam tubuh.

Hal di atas tentu saja tak hanya berlaku untuk produk makanan.Karena minuman dingin dengan berbagai macam variasi yang ditawarkan pedagang juga cukup banyak mengundang bahaya. Mulai dari penggunaan air yang tidak dimasak dan tidak steril, sampai pewarna tekstil dan pemanis buatan dengan kadar di luar batas toleransi. Juga jus-jus buah yang banyak menggunakan buah-buah yang sudah tidak layak konsumsi. Sungguh ironis kenyataan ini, bahwa dalam bulan Ramadhan yang seharusnya umat muslimfokus padaritual ibadah, masih harus mencemaskan hal-hal yang berhubungan dengan kesinambungan hidup, yang diakibatkan ulah orang-orang tak bertanggungjawab.

Rumor beras plastik yang terus berkembang dan menyebar ke berbagai daerah tentunya harus disikapi dengan waspada namun tidak panik berlebihan.

Share This Post: