Apa Yang Dicari Indra Catri ...???

Kehadiran sosok Indra Catri Dt. Malako Nan Putiah semenjak tanggal 26 Oktober 2010 membawa selaksa asa baru dan bahkan juga sekaligus nyaris  menuai  petaka di Ranah Luhak Agam ini. Asa itu berupa harapan baru bagi daerah untuk kemajuan Agam yang lebih pesat lagi pada masa mendatang. Terobosan dan ide-ide brilian nan cerdas dari ahli Pranologi alumnus ITB itu menjadi dambaan yang ditunggu-tunggu warga Agam selama ini. Gebrakan serta ketegasan yang dimiliki seorang Indra Catri yang lebih dikenal dengan sebutan IC itu menjadi modal dasar untuk menggenjot pembangunan Agam kedepan.

Hanya bermodalkan semangat muda dan kerja serius, pantang menyerah, tegas dan teguh dalam pendirian serta memiliki akuntabilitas diri yang menyakinkan diiringi dengan intelektualitas serta kecerdasan yang tinggi, diharapkan mampu mewarnai Agam untuk lebih banyak  bisa berbicara pada level lokal dan nasional.

Namun sebaliknya, petaka yang dimaksud adalah bagi kalangan jajaran kabinetnya, yang mungkin selama ini terkontaminasi dengan pola kerja santai, apa adanya serta matisuri inovasi, maka bersiap-siaplah untuk meninggalkan kursi singgasananya. Karena karakter seperti itu tidak "terpakai" bagi ayah 4 orang putra tersebut.

"Hanya ini pekerjaan yang ada di Agam, kalau bapak tidak sanggup mengerjakannya, dengan sangat menyesal , artinya bapak menyuruh saya untuk mencari orang yang sanggup untuk melakukannya," demikian sepenggal kalimat yang terkadang  terucap dimulut anak Nagari Koto Tinggi Baso itu. Rasa shock, trauma, ketakutan, kecemasan mulai mengkristal bagi kalangan aparatur di Agam. Malahan ada segelintir isu yang beredar, diawal IC menapakkan kakinya di Agam, ada beberapa kalangan aparatur akan melakukan mundur secara "berjamaah".

Namun berselang 6 bulan kemudian, kekuatiran dan rasa kecemasan itu, berangsur-angsur sirna. Kalangan aparatur Agam mulai kenal pola kerja suami dari Vita asal Solok Selatan ini. Pengistilahan kalau kerja ya kerja, kalau "bagarah ya bagarah". Semua itu diperlakukan sama, bagi putra Bustaman Dt. Manindiah itu, baik kepada kawan dekat maupun kepada lawan politiknya sewaktu pilkada dulu. Semuanya sama, tidak ada perbedaan lawan atau kawan dekat sekalipun, kalau salah ya salah, "tibo dimato ndak bapiciangkan, tibo diparuik ndak bakampihkan". Ukuran dan barometernya adalah kinerja, kinerja dan kinerja.

Namun dibalik sikap tegasnya itu, ternyata seorang IC pun memiliki hati yang lembut. Jiwa sosialnya yang tinggi, suka memberi kepada siapa saja  dan  mau bergaul dengan semua kalangan masyarakat tanpa mengenal status profesinya, sudah merupakan pakaian kesehariannya semanjak kecil dulu. Rasa pengayoman seorang ninik mamak, seakan menjadi protap dalam dirinya, "anak dipangku, kamanakan dibimbing, urang kampuang dipatenggangkan, tenggang nagari jan sampai binaso".

Sifat pemurah dan suka memberi ternyata sudah mendarah daging dalam dirinya dan setelah penulis selidiki ternyata sifat tersebut diwariskan dari keluarganya sendiri.  

Perlakuan santun serta perhatian lebih kepada kalangan pegawai kebersihan, satpam, sopir dan sejajarannya tidak dapat dipungkiri. Setiap ada kesempatan, "tamparan" dengan duit kepada para pegawai tersebut menjadi rezki tak diduga-duga bagi mereka. Setiap akan memasuki bulan puasa dan akan menghadapi lebaran, seluruh pegawai kebersihan, satpam, sopir tersebut dipanggil khusus keruangan kerjanya untuk mendapatkan "salam tempel" sekadar pembeli daging. Kondisi itu berlangsung semanjak IC diangkat jadi bupati sampai saat ini. Jarang-jarang sekali, sekelas pegawai kebersihan, satpam dan para sopir masuk keruangan kerja seorang bupati.

Belum lagi, sikap pemurahnya kepada anak-anak dan orang tua-tua jompo. Apalagi setiap menghadiri perayaan Khatam Qur'an, para peserta khatam selalu mendapatkan salam "tempel" dari orang nomor satu di Agam tersebut. Para kepala SKPD pun tak luput dari pembagian. Setiap IC tugas di Jakarta selalu ada-ada saja yang dibelinya, seperti celana, baju, sepatu atau lainnya, hanya untuk dibagi-bagikan kepada para sahabat, kerabat, dan kalangan pejabat kabinetnya.

Selama tiga tahun lebih IC belum pernah menemukan para pemborong dikumpulkan, termasuk tidak pernah juga didengar jabatan  para kepala SKPD di "lelang". Rasa penasaran untuk menyingkap tabir asal dana-dana yang dibagi-bagikan itu, ternyata berasal dari kumpulan honor-honornya, bantuan dari teman-temannya dan bahkan yang sangat memilukan sampai detik ini, seorang IC masih meminta uang kepada bapaknya. "Walaupun lah jadi bupati, tapi sampai saat kini si In masih maminta isikan rekeningnyo," pengakuan jujur dari adik ayahnya Pak Nin kepada penulis.

Ternyata sifat borosnya tidak disamaratakan untuk pengeluaran dana APBD. Setelah 3 tahun lebih menjabat bupati, hingga saat ini peralatan dan perabot dirumah dinas belum diganti baru, hanya ditukar kulitnya saja alias tukar "cassing", termasuk di Mess Belakang Balok Bukittinggi. Mobil dinas baru dibeli setelah memasuki tahun ketiga menjabat bupati termasuk meuble diruang kerjanya. Begitu juga penghematan dilakukan dalam perjalanan dinas keluar daerah. Rata-rata setiap tahun ada kelebihan perjalanan dinas luar daerahnya mencapai angka 200 juta. Termasuk untuk menjahit pakaiannya saja serta  pakaian dinasnya hanya pada penjahit umum di Pasar Baso. Apalagi sepatunya, hanya buatan Yapyek Janjang Minang Bukittinggi.

Sikap pemurah, namun tidak boros dana APBD, penyayang pada anak-anak, tahu akan nasib anak kemenakan, suka luluh ketika dihadapkan pada nasib anak yatim dan fakir miskin, pandai membagi waktu serta tahu akan nasib para pegawainya secara detail, merupakan  ciri khas seorang IC. Bahkan rumah dinasnya dijadikan PAUD tempat bermain bagi teman-teman anaknya. Tentunya hal itu semua menjadi sebuah pemandangan yang langka dewasa ini.

Kebiasaanya tidur jam 2 malam karena hobinya membaca buku sebelum tidur merupakan sudah pemandangan rutin bagi seorang IC yang memiliki senyum khas itu. Bangun jam 4 pagi untuk shalat Tahajud dan setelah Tahajud rutin setiap malam IC berkotempelasi atau merenung sampai waktu shalat Subuh masuk. Penuturan IC kita wajib merenung setiap malam, yang kita pikiran itu, sudah sejauh mana nilai-nilai kebaikan dan amanah yang sudah terjalankan bagi kita dan kebaikan apa juga yang akan kita perbuat untuk keesokkan harinya. Usai shalat Subuh, kebiasaan IC pergi ke sekeliling rumah dinasnya menyaksikan tanaman dan bibit-bibit tumbuhan yang diolah dengan tangannya sendiri. Setelah itu IC tidur sejenak dan sekitar jam 07.10 WIB baru  menuju kantor. Itulah perjalanan hidupnya setiap hari. Kalau anda tak percaya, cobalah sms pada tengah malam, pasti sms tersebut dibalasnya.

Paling pandai membagi-bagi waktu, itulah seorang IC. Menjadi admin di Group BBM dengan  kepala SKPD  dan Goup para camat serta SKPD terkait. Selalu mengupayakan dapat hadir pada setiap acara undangan masyarakat, termasuk undangan pesta pernikahan  dan malahan mau menghadiri undangan masyarakat yang terkadang hanya mengundang via sms saja. Memang terlihat jelas bupati yang satu ini, tidak mau diatur dengan aturan keprotokolan seperti layaknya seorang kepala daerah. Nyaris setiap malam kalau tidak ada kegiatan rapat, sering bupati keliling nagari dan kecamatan melihat kamtibmas dengan mempergunakan kendaraan dinas SKPD. Bahkan camat dan wali nagari sendiripun  tidak mengetahui kalau bupati sering monitoring malam-malam ke kecamatan atau nagarinya.   

Yang juga turut menarik dari diri seorang IC adalah kebiasaannya mampir ke masjid atau mushalla yang dilewatinya ketika sudah masuk waktu shalat, sekaligus juga melihat secara langsung apakah program inovasi cerdasnya Thaharah Masjid dan WC bersih sudah membudaya ditengah-tengah masyarakat. Ia juga membiasakan menjadi imam shalat berjamaah dengan ajudan dan sopirnya serta rombongan yang mengikutinya.

Semoga sepenggal kisah-kisah tersebut mampu menjadi pandangan bagi kalangan generasi penerus sekaligus sugesti dan motivasi tersendiri. Banyak dari kehidupan Indra Catri yang perlu kita ambil, terlepas dari plus dan minusnya. Hanya goresan tinta emaslah yang mampu mengukir semua lembaran dari seorang tokoh muda yang diberikan julukan "Sang. Penyemai" tersebut.

"Jangan pernah berubah ya Pak Indra Catri, namun rubahlah nasib kami masyarakat Agam ke arah yang lebih mapan lagi, sebab kami sangat yakin jejaring pertemanan dan hubungan baik dengan berbagai lapisan, baik di pemerintahan pusat maupun propinsi merupakan "bongkahan emas" untuk  masa depan kami. Apalagi pada tahun ketiga ini sudah ada Wakil Bupati Irwan Fikri. Tertompang besar harapan masyarakat Agam terhadap  Wakil Bupati Irwan Fikri, agar saling bergandengan tangan untuk  meraih masa depan masyarakat Agam supaya memiliki talenta filosofi  "utak cadiak, iman taguah,  badan sehat dan pitih banyak". Namun sepenggal tanya selalu mengganjal dihati ini, Apa sebenarnya yang dicari Indra Catri .......?????

Share This Post: