Menutup Setiap Celah Seks Bebas

Menutup setiap celah kebebasan seksual sebagai upaya penanggulangan HIV/AIDS sangat mudah diterima, karena terbukti seks bebas merupakan sarana penularan utama HIV/AIDS. Menutup setiap celah seks bebas berarti mengatur pemunculan dan pemenuhan naluri seks agar sesuai dengan tujuan Allah swt menciptaan naluri seks tersebut. Yaitu agar ras manusia lestari.

 

Untuk tujuan tersebut Islam telah mempersiapkan seperangkat aturan, yaitu diperintahkan menahan pandangan dan memelihara kemaluan. QS 24:30, yang artinya “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". QS 24:31, yang artinya “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya.”

 

Islam juga mewajibkan laki-laki dan wanita dewasa menutupi aurat. Rasulullah saw bersabda, yang artinya “Sesungguhnya (aurat laki-laki) dari bawah pusar sampai ke dua lututnya merupakan auratnya.(HR Ahmad).  Allah swt berfirman dalam QS 24:31 , yang artinya “.....dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya....”

 

Dengan tertutupnya aurat pria dan wanita maka pornoaksi dan pornografi tidak akan ada di tengah masyarakat, sehingga naluri seksual tidak distimulasi pada saat yang tidak tepat. Adapun dari sisi ekonomi, berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis, Islam tidak pernah melihat barang dan jasa pornografi-pornoaksi, maupun praktik prostitusi sebagai barang ekonomi, bahkan mengharamkannya. Hal ini dengan sendirinya akan menutup pintu perzinahan dan pencegah trafficking. Selain itu Islam mewajibkan terpisah kehidupan pria dan wanita dan melarang berkhalwat (berduaan/pacaran). Rasulullah saw menyatakan : ”Ingat, tidaklah seorang pria berduaan dengan seorang wanita, kecuali pihak ketiganya adalah syaitan”. (HR Al-Baihaqi).

 

Berbeda dengan masyarakat sekuler yang mendorong masyarakat membujang, baik karena alasan karier, ekonomi maupun menganggap menikah sebagai beban. Islam justru mendorong menikah sebagai cara pemenuhan naluri seksual yang sesuai dengan fitrah dan tujuan penciptaan naluri seks. Allah swt dalam QS 24:32, berfirman yang artinya “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.

 

Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. Rasulullah saw bersabda, yang artinya “ Wahai para pemuda barang siap di antara kamu telah mampu memikul beban, maka hendaklah ia kawin karena dengan menikah dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan dan barang siap yang belum mampu hendaklah ia puasa, karena dengan puasa dapat menjadi pengendali”” (HR. Ibnu Mas’ud r.a).

 

Islam mengharamkan perzinahan dan segala yang terkait dengannya. QS 17:32, yang artinya “Dan janganlah  kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. Seperangkat ketentuan di atas suatu yang niscya dilaksanakan, karena Negara berperan aktif mewujudkan ketaqwaan individu yang menjadi pilar utama pelaksanaan syariat Islam, dan pelaksana pendidikan formal dan non formal yang berasaskan aqidah Islam.

 

Upaya pemerintah ini bersinergi dengan adanya penanaman ketaqwaan di dalam keluarga. Berbeda dengan masyarakat sekuler, yang menganggap seks bebas bagian dari kebebasan individu, Islam justru mendorong kepedulian dan kontrol sosial. hal ini menjadi pilar kedua pelaksanaan Islam. Dalam hal ini Allah SWT memerintahkan amar ma’ruf nahi mungkar, tidak boleh membiarkan ada suatu kemaksiatan. Allah swt berfirman dalam QS 8:25, yang artinya “Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.”

 

Lain halnya dengan pemerintahan sekuler, yang memelihara kebebasan seksual, pemerintahan Islam justru memelihara urusan masyarakat agar berjalan sesuai dengan aturan Allah swt. Oleh karena itu, Islam telah menyiapkan seperangkat sangsi yang diterapkan Negara bagi pelanggar aturan Allah swt, dalam hal ini mencegah terjadinya seks bebas, yaitu: Allah swt menetapkan hukuman rajam bagi pezina muhson (yang sudah menikah) dan jilid 100 kali bagi pezina yang bukan muhson.

 

Hukum ini juga berlaku bagi ODHA yang terbukti terinfeksi karena berzina. Jika ia sudah menikah, maka ia dirajam. Jika belum menikah, maka ia dicambuk 100 kali. Sedangkan jika terinfeksi karena liwath (homoseksual) maka dibunuh. Bagi yang melakukan aktivitas yang mengantar pada perzinahan, negara berhak menjatuhkan hukuman takzir (sanksi administratif). Sedangkan bagi pelaku homoseks Islam bisa menjatuhkan hukuman bunuh.

 

Faktor kemiskinan yang menjerat seseorang dalam perbuatan prostitusi diatasi oleh Islam dengan mendorong berusaha dan peran negara membantu membuka lapangan kerja yang halal. Negara juga wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok, seperti pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan. Karena Allah SWT telah menjadikan penguasa sebagai perisai, sebagaimana sabda Rasulullah saw, yang artinya ”Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan ia akan diminta pertanggung jawaban terhadap rakyatnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

 

 

 

Menutup Setiap Celah Penyalahgunaan Narkoba

 

Allah swt telah mengharamkan NARKOBA, apapun jenisnya, karena segala benda tersebut dapat menghilangkan akal (kesadaran). Rasulullah saw bersabda, “Kullu muskirin haraamun” (artinya: “Setiap yang menghilangkan akal/kesadaran adalah haram” (HR Bukhari dan Muslim). Sabdanya lagi : “Laa dharaara wa la dhiraara” (artinya : ”Tidak boleh menimpakan bahaya pada diri sendiri dan kepada orang lain.” (HR. Ibnu Majah).

 

Indonesia saat ini telah menjadi market NARKOBA, hal ini di dukung oleh berbagai fakta, di antaranya adalah pabrik ekstasi terbesar di Asia Tenggara ada di Banten, ditemukannya berkilo-kilo NARKOBA dan   jumlah penyalahguna NARKOBA meningkat cepat sangat cepat. Dengan demikian untuk mengatasi/menghentikan penyalahguna NARKOBA, selain mewujudkan ketaqwaan individu, terpenting juga diberantas mafianya. Untuk tujuan ini, mutlak diperlukan perangkat hukum yang tegas dan aparatnya yang amanah dan visioner sebagai pemelihara urusan rakyat.

 

Islam telah mengharamkan NARKOBA dan turunannya. Pemakai NARKOBA dapat dikenakan sangsi 40 kali cambuk dan boleh lebih dari itu. ODHA yang terbukti terinfeksi karena menggunakan NARKOBA maka dikenakan sangsi hukum cambuk. Tindakan tegas pemerintah bagi pengedar dan pengguna NARKOBA akan memberikan efek jera. Negara dapat memberikan hukum mati bagi pengedar NARKOBA.

 

 

 

Memutuskan Rantai Transmisi Melalui ODHA

 

Dengan diterapkannya hukum rajam bagi ODHA yang terbukti terinfeksi karena berzina (sudah menikah) dan hukum bunuh bagi ODHA yang terbukti terinfeksi karena pelaku homoseksual, maka dengan sendirinya penularan melalui cairan tubuh ODHA jelas terputus, sehingga dapat menekan jumlah yang tertular akibat adanya “effect spiral”.

 

Adapun ODHA yang tidak terkena sangsi yang mematikan, haruslah diisolasi sebagai upaya pencegahan penularan melalui darah dan cairan tubuhnya. Hal ini karena terbukti darah dan cairan tubuh ODHA berisiko  tinggi hingga rendah menularkan HIV. Mengisolasi/karantina ODHA tidaklah dapat diartikan mendiskriminasikan dan menstigmatisasi ODHA yang berakibat pada penderitaan fisik dan psikis pada ODHA, akan tetapi adalah mencegah agar cairan tubuh ODHA tidak menimbulkan infeksi bagi orang sehat.  Di sisi lain, ODHA harus dilihat sebagai manusia secara utuh, sehingga selama masa isolasi haruslah dijamin pemenuhan kebutuhan fisik dan nalurinya, dimotivasi untuk sembuh.

 

Dengan demikian, selama diisolasi ODHA tidak hanya diberi terapi fisik, seperti diberikan diit yang memenuhi kecukupan gizi ODHA, obat sistemik dan vitamin, pada pengobatan supotif, akan tetapi juga terapi psikoreligi yang sangat dibutuhkan untuk menimbulkan motivasi kesembuhan, bahkan sholat, berdoa, berzikir dapat meningkatkan kekebalan tubuh terhadap virus HIV/AIDS. Selama isolasi ODHA dapat melakukan berbagai aktivitas normal, seperti menjahit, belajar mengajar, berinteraksi dengan keluarga, teman-temannya. ODHA dan keluarganya perlu diberikan perngertian supaya tidak tersinggung dengan adanya perlakuan khusus dalam interaksi keseharian dengan lingkungannya.

 

Isolasi penderita penyakit menular, dalam hal ini ODHA, dibenarkan oleh Syariat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, yang artinya “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat” (Riwayat Bukhari dari Abu Hurairah, dalam kitab Thib (kedokteran) (‘Umdatul Qari, Juz Xxi, hal 288).

 

Rasulullah saw bersabda yang artinya “Apabila kamu mendengar ada wabah pes di suatu negeri, maka janganlah kamu memasukinya dan apabila wabah itu berjangkit sedangkan kamu berda dalam negeri itu, janganlah kamu keluar melarikan diri. (HR Ahmad, Bukhari, Muslim dan nasa’i dari Abdurrahman bin ‘Auf) (‘Umdatul Qari, juz XII, hal. 259).

 

Apa yang disampaikan Rasulullah saw kemudian menjadi panduan bagi kedokteran modern, yang pertama kali dikembangkan oleh kaum muslimin. Sehingga dalam perjalanan sejarah, terdapat bangunan rumah sakit yang memisahkan penyakit menular dan tidak. Rumah sakit-rumah sakit ini memberikan pelayanan gratis kepada masyarakat. Hal ini tak lain adalah sebagai wujud pelaksanaan tanggung jawab Khalifah terhadap masyarakat.

 

Selain menyediakan perawatan khusus bagi ODHA, risiko penularan di pelayanan kesehatan ditekan dengan penerapan kewaspadaan umum (universal precautions), seperti tindakan pencegahan dengan mengikuti prosedur cuci tangan yang higienis, pengelolaan alat kesehatan tajam.57 Dalam hal transfusi darah. haruslah dipastikan bahwa donor tidak memiliki perilaku berisiko tertular HIV dan atau tidak memiliki hubugan dekat  dengan ODHA. Selain itu hendaknya berhati-hati dengan hasil tes negatif palsu.

 

Demikianlah solusi Islam dalam menanggulangi HIV/AIDS, suatu solusi yang bersifat mendasar, mampu mengatasi hingga ke akar masalah. Oleh Karena itu, tidak ada pilihan lain jika ingin selamat dari kehancuran masyarakat selain dengan kembali kepada sistem Islam, yakni dengan menerapkan seluruh aturan Islam secara kaafah dalam kehidupan individu dan bermasyarakat.

 

Hanya saja agar seluruh hukum Islam ini bisa dilaksanakan secara utuh, maka setidaknya ada tiga pilar penerapan hukum Islam yang harus terwujud dalam kehidupan umat, yaitu ketaqwaan individu yang mendorongnya terikat kepada hukum syara, kontrol masyarakat, yang melahirkan tradisi amar ma'ruf nahi munkar dan saling muhassabah di tengah-tengah mereka dan kendali negara sebagai penerap dan pelaksana hukum

 

Ketiga pilar ini harus ada secara bersama. Sebab jika ada individu atau masyarakat yang bertaqwa, begitu pula ada kontrol masyarakat, namun tidak ada negara yang menerapkan hukum Islam, tentu mustahil hukum Islam tersebut dapat diterapkan. Karena negaralah yang bertanggungjawab menerapkan hukum tersebut. Begitu pula apabila ada negara yang menerapkan Islam, tetapi tidak di kawal dengan adanya kontrol masyarakat dan ketakwaan individu, maka sedikit demi sedikit penerapan Islam yang dilakukan oleh negara tersebut akan diselewengkan.

 

Seharusnya pemerintah dan seluruh stakeholder yang terkait segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan penanggulangan HIV/AIDS dan seks bebas di kalangan remaja, jika mereka memang betul-betul peduli terhadap generasi penerus masa depan ini. Jika mereka sepakat dengan konklusi bahwa liberalisme sekularisme adalah akar/biang kerusakan, termasuk menjadi tanah subur bagi berkembangnya seks bebas dan HIV/AIDS, maka semua upaya yang tegak di atas paradigma ini harus segera ditinggalkan.

 

Sebagai contoh, formula ABCDE yang include dalam sosialisasi KRR dan program penanggulangan HIV/AIDS yang selama ini dilakukan, harus dihapuskan. Tidak boleh ada alternative lain selain kampanye Abstinence (no free sex) dan (no drugs). Kalaupun program kondomisasi mau tetap digunakan, konteksnya hanya untuk program pengaturan kelahiran dalam perkawinan yang menurut agama memang dibolehkan. Itupun hanya sebagai pilihan, bukan kewajiban.

 

Lebih dari itu, seluruh kebijakan pemerintah di semua lini harus dipastikan berparadigma menjamin penyelamatan generasi. Ini berarti, seluruh akses yang mengarah kepada rusaknya generasi, baik karena seks bebas dan penyalahgunaan narkoba yang memicu merebaknya HIV/AIDS, maupun yang mengarah pada kemaksiatan lainnya harus ditutup rapat dengan cara memberlakukan sistem pengaturan kehidupan yang tegak di atas paradigma yang benar dan merupakan versus dari liberalisme-sekularisme.

 

Antara lain, pemerintah wajib menerapkan aturan sosial yang menjauhkan dominasi rangsangan seksual dalam interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Dengan cara ini, hubungan yang terjadi di antara mereka akan dipenuhi suasana ta’awun/kerjasama saling menguatkan untuk berkontribusi maksimal sesuai peran dan fungsinya dalam membangun peradaban dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, bukan suasana jinsiyah sebagaimana yang terjadi dalam sistem liberal. Terkait dengan ini, pergaulan bebas antar lawan jenis, industry pornografi dan pornoaksi sama sekali tidak akan diberi tempat oleh penguasa.

 

Demikian pula dalam aspek ekonomi. Pemerintah wajib menerapkan aturan yang akan menjamin stabilitas ekonomi yang kuat yang bertumpu pada kegiatan ekonomi ril, termasuk mandiri mengelola aset-aset SDA yang melimpah ruah sehingga negara memiliki kas besar untuk melakukan pembangunan dan dengannya bisa benar-benar menjamin kesejahteraan rakyat.

 

Pemerintah juga wajib memberikan akses yang semudah mungkin bagi rakyat atas lapangan pekerjaan yang halal sehingga dengan cara ini peluang munculnya pekerjaan-pekerjaan yang rusak dan merusak, seperti bisnis narkoba dan industry seks yang hari ini justru menjadi bagian dari kegiatan ekonomi bayangan (shadow economic) yang memberi keuntungan sangat besar juga bisa ditutup rapat.

 

Kebijakan pendidikanpun tak kalah penting untuk dideregulasi. Jika selama ini kebijakan pendidikan lebih mengarah pada tujuan-tujuan materi, maka sudah saatnya pendidikan diarahkan untuk membangun kepribadian individu yang kuat, baik dari sisi pardigma berpikir maupun pola sikap yang keduanya didasari kesadaran yang benar terhadap makna hidup, tujuan hidup dan hal-hal lain yang bersifat transedental. Dalam konteks Islam, kepribadian dimaksud adalah kepribadian Islam yang tegak di atas kesadaran akan tujuan penciptaan, yakni menjadi pengelola bumi dalam rangka beribadah kepada Sang Khaliq.

 

Paradigma pendidikan semacam inilah yang terbukti berhasil membentuk pribadi-pribadi berkualitas, yang siap membangun peradaban umat sedemikian gemilang. Dan untuk mewujudkannya, paradigma pendidikan ini harus dibreak down sedemikian rupa dalam bentuk kurikulum dan metoda pembelajaran yang mengarah pada tujuan tersebut.

 

Tentu saja, untuk menjamin penerapan semua kebijakan tersebut, pemerintah juga harus menerapkan sistem hukum dan sistem sanksi yang tegas yang tidak hanya berfungsi sebagai pencegah terjadinya penyelewengan saja, tetapi juga memiliki paradigma ruhiyyah, yakni sebagai penebus dosa, yang sejatinya akan menjadi motivasi tersendiri bagi masyarakat untuk senantiasa taat pada setiap kebijakan pemerintah. Secara keseluruhan, sistem dimaksud tak lain hanyalah sistem Islam, yang hanya bisa ditegakkan dalam wadah Daulah Khilafah Islamiyah yang menjadikan kedaulatan hanya di tangan Allah SWT saja.

 

 

 

Solusi Pencegahan HIV/AIDS

 

Inilah solusi Islam atas merebaknya fakta HIV/AIDS, narkoba yang berpangkal pada pergaulan bebas di tengah masyarakat kaum muslimin, yang sebagian besar menimpa para remaja dan generasi muda muslim.

 

Sebuah solusi yang bukan sekedar utopi, tetapi sesuatu yang amali. Persoalannya, apakah kita mau beranjak dari keterpurukan ini? Jika ya, maka langkah pertama yang harus diambil adalah mulai membina diri dan umat dengan aqidah dan pemahaman Islam yang benar dan utuh, hingga ideologi Islam benar-benar terkristal dalam akal dan jiwa.

 

Dengan cara ini, Insya Allah akan terbentuk pribadi-pribadi dan masyarakat yang taqwa, yang siap terikat dengan hukum-hukum Allah, mencintai dakwah serta siap berkorban untuk berjuang di jalan Allah, hingga sistem Islam yang bersih dan mulia ini tegak dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah.

 

"Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat. Dan bersegeralah kamu kepada Ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa" (QS. Ali-Imran[3]:132-133)

 

Berdasarkan fenomena dan berbagai kasus di atas, penulis ingin mengungkapkan tindakan apa saja yang harus dilakukan untuk menurunkan tingkat masyarakat khususnya di kalangan remaja yang terinfeksi HIV/AIDS. Di samping itu penulis juga merangkum tindakan-tindakan yang telah diupayakan oleh pemerintah dalam hal pemberantasan penyakit ini. Berikut solusi pencegahan HIV/AIDS adalah sebagai berikut.

 

a.  Kesadaran dari setiap individu agar menghindari aktivitas negatif yang berakibat fatal seperti menghindari sex bebas, kawin-cerai, penggunaan obat-obatan terlarang khususnya yang menggunakan alat suntik, transfusi darah tanpa menggunakan jarum suntik yang steril,  berhati-hati dalam bergaul dan sebagainya.

 

b.  Diharapkan para orang tua melakukan pengawasan lebih tanpa mengekang pertumbuhan anak.

 

c.  Diharapkan kerja sama para tokoh agama dapat memberikan ajaran yang benar terhadap para pengikutnya.

 

d.  Pemerintah telah menetapkan hari AIDS sedunia jatuh pada tanggal 01 Desember yang telah ditetapkan dalam pertemuan menteri sedunia mengenai program-program untuk pencegaha AIDS pada tahun 1988. Momentum ini selanjutnya diperingati untuk menumbuhkan kesadaran terhadap wabah AIDS di seluruh dunia yang disebabkan oleh HIV.

 

e.  Dari pemerintah itu sendiri, mereka telah menyusun strategi nasional untuk  menanggulangi HIV/AIDS yang komprehensif berdasarkan Keputusan Presiden No. 36 tahun 1994 mengenai Komisi Penanggulangan AIDS.

 

f.  Mengacu pada Pasal 5 Keputusan Presiden No. 36 tahun 1994, strategi nasional disusun secara sistematika, mengacu pada prinsip-prinsip dasar penanggulangan HIV/AIDS serta lingkup program, peranan, tanggung jawab, kerjasama internasional dan kepadanan dibuat dengan jelas yang dikomandoi oleh Komisi Penaggulangan AIDS ( KPA ) yang diketuai oleh Menko Kesra dan juga KPAD dimana kegiatannya meluputi pencegahan, pelayanan, pemantauan, pengendalian dan penyuluhan.

 

g.  Melakukan sex education untuk kalangan pelajar atau kalangan remaja.

 

h.  Membangun tempat rehabilitasi khusus penderita penyakit AIDS.

 

i.   Berusaha agar pengidap HIV dan golongan resiko tinggi seperti WTS dibekali keterampilan tertentu agar mereka mampu bekerja di bidang lain dalam merubah pola kehidupannya.

 

j.   Menutup tempat pelacuran, diskotik dan tempat kasino yang illegal.

 

 

 

(dari berbagai sumber)

Share This Post: